Jumat, 20 April 2012

MERANTAU
Saya ini bukan pehobi film. Tapi sudah dua malam ini saya menonton 2 film Indonesia yang berbeda. Satu dari dua film yang saya tonton itu adalah "Merantau". Cukup baik menurut saya film itu. Tapi sayang jangan-jangan film itu akan memberika efek ataupun pandangan yang buruk terhadap konsep merantau itu sendiri. Film yang dibintangi oleh seorang atlet silat ini cukup membuat penonton deg-degan. Sebab memang adegan demi adegan yang ditampilkan adalah pertarungan.
Konsep merantau hampir dikenal oleh seluruh suku yang ada di Nusantara. Terlebih lagi jika secara geografis tempat tinggal suku itu berada pada suatu tempat yang gersang, tandus, dan tidak subur. Sehingga sulit untuk mempertahankan hidup di situ. Maka, merantaulah anak-anak mereka untuk mencari tempat baru dan penghidupan yang lebih layak. Suku-suku di Sumatera, Sulawesi, mengenal sekali konsep merantau ini.
Tapi sayang, konsep merantau yang secara luhur dimaksudkan untuk mencari kehidupan yang lebih baik, sehingga terjadi perubahan derajat hidupnya baik secara sosial maupun ekonomi tidak ditampilkan secara nyata dalam film "Merantau". Dalam film ini seolah makna merantau itu menjadi sesuatu yang buruk. Sebab tokoh utama dalam film itu harus mati. Padahal jelas sekali apa yang diperjuangkannya bukan satu hal yang hakiki. Bukan satu hal yang menjadi landasan utama, mengapa merantau harus dijalankan.
Tokoh utama dalam film ini mati begitu saja sebab menolognseorang perempuan yang tidak ada kaitan sama sekali dengan tujuan utamanya merantau. Ini yang menjadi permasalahan. Konsep merantau seolah sedang didekonstrusikan sedemikian rupa sehingga yang ditampilkan adalah oposisi biner dari konsep luhur merantau itu sendiri. Dalam tataran struktur film ini menampilkan latar yang hanya sekejap saja. Sama halnya dengan latar sebuah cerpen. Bahkan pengisahan dari film ini cuma bertitik kepada satu orang tokoh utama. Menurut saya itulah kekurangan dari film ini.
Tapi secara umum film ini telah berusaha untuk mengusung konsep kearifan lokal dalam tataran sinematografi masa kini. Hal ini patut untuk diapresiasi, mengingat bisnis sinematografi kini disibukkan dengan konsep dan tema kekinian yang jauh dari identitas lokal masyarakat Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar